Senin, 03 Oktober 2011

PUISI 02

Perasaan Seni.
Sajak Y.E. Tatengkeng.

          Bagaikan banjir gulung-gemulung,
            Bagaikan topan seruh-menderuh,
                        Demikian rasa,
                        datang semasa,
            Mengalir,menimbun,mendesak,mengepung,
            Memenuhi sukma,menawan tubuh,

            Serasa manis sejuknya embun,
            Selagu merdu dersiknya angin
                        Demikian rasa,
                        datang semasa,
            Membisik,menjajak,aku berpantun
            Mendayung jiwa ke tempat diingin.

            Jika kau datang sekuat raksasa,
            Atau kau menjelma secantik juita,
                        Kusedia hati,
                        Akan berbakti,
            Dalam tubuh Kau berkuasa,
            Dalam dada Kau bertakhta!

Kapal Kertas.
Sajak Ajamuddin.

          (kapal kertas, kapal kertas
            kulipat engkau dalam kehidupan
            kapal kertas, kapal kertas
            mengetas sunyiku berkepanjangan)

                        kapal kertas yang mengguris badai laut
                        adalah kapal cintaku
                        yang senantiasa berkayuh
                        ke arahku

                        kapal kertas yang tengah diburu gelombang
                        adalah kapal jiwa-ragaku
                        yang merindukan kekaramannya
                        di lautmu

                        kapal kertas
                        dirancau angin limbubu
                        deru yang bergema ke daratan kelam
                        hanya gema
                        hanya kelam

            (kapal kertas, kapal kertas
            kulipat engkau dalam kenangan
            kapal kertas, kapal kertas
            kulayarkan engkau dalam iman)

Menyusuri Lorong Waktu.
Sajak Yohanes Manhitu.
Jogjakarta, 15 Mei 2004.

          sengaja kududuki kursi yang sama,
            menghadap ke meja yang sama pula
            di bawah langit-langit yang sama
            pada menit-menit yang kukira sama.

            dalam ruang yang sama,tampak abadi,
            pada masa yang tak tampak berbeda,
            kau koyak tirai hatimu yang terluka
            akibat sayatan dalam alam maya.

            masih kuingat isakmu melintasi malam,
            kertas-kertas kerdil jembatani isi benak.
            kuhanya sanggup tawarkan cahaya redupku
            yang kau balas dengan pelukan merdekamu.

Bukan Beta Bijak berperi.
Karya: Roestam Effendi.

            Bukan beta bijak berperi,
            pandai menggubah madahan syair;
            Bukan beta budak Negri;
            mesti menurut undangan mair.

            Sarat saraf saya mungkiri,
            untaian rangkaian seloka lama;
            beta buang beta singkiri
            sebab laguku menurut sukma

            Susah sungguh saya sampaikan
            degap degupan di dalam kalbu
            Lemah laun lagi dengungan
            matnya digamat rasaian waktu.

            Sering saya susah sesaat,
            sebab madahan tidak nak datang.
            Sering saya sulit menekat,
            sebab terkurang lukisan memang.

            Bukan beta bijak berlagu,
            dapat melemah bingkaian pantun,
            Bukan beta bernuat baru,
            hanya mendengar bisikan alun.

Indonesia, Tumpah Darahku.
Karya: Muhammad Yamin.

                                                                        Berasatu kita teguh
                                                                        Bercerai kita runtuh

            Duduk di pantai tanah yang permai
            Tempat gelombang pecah berderai
            Berbuih putih pasir terderai
            Tampaklah pulau di lautan hijau
            Gunung-gemunung bagus rupanya
            Dilingkari air mulia tampaknya
            Tumpah darahku Indonesia namanya

            Lihatlah kelapa melambai-lambai
            Berdesir bunyinya sesayup sampai
            Tumbuh di pantai bercerai-berai
            Memagar daratan aman kelihatan
            Dengarlah ombak datang berlagu
            Mengajari bumi ayah dan ibu
            Indonesia namanya, tanah airku

            Tanahku bercerai seberang menyeberang
            Marapung di air, malam dan siang
            Sebagai telaga dihiasi kiambang
            Sejak malam diberi kelam
            Sampai purnama terang-benderang
            Di sanalah bangsaku gerangan menopang
            Selama berteduh di alam nan lapang

            Tumpah darah Nusa India
            Dalam hatiku selalu mulia
            Dijunjung tinggi atas kepala
            Semenjak diri lahir ke bumi
            Sampai bercerai badan dan nyawa
            Karena kita sedarah-sebangsa
            Bertanah air di Indonesia
 
Dibawa Gelombang.
Karya: Sanusi Pane.

            Alun membawa bidukku perlahan,
            Dalam kesunyian malam waktu,
            Tidak berpawang, tidak berkawan,
            Entah ke mana aku tak tahu.

            Jauh di atas bintang kemilau,
            Seperti sudah berabad-abad,
            Dengan damai mereka meninjau,
            Kehidupan bumi, yang kecil amat.

            Aku bernyanyi dengan suara,
            Seperti bisikan angin di daun,
            Suaraku hilang dalam udara,
            Dalam yang beralun-alun.
            Alun membawa bidukku perlahan,
            Dalam kesunyian malam waktu,
            Tidak berpawang, tidak berkawan,
            Entah ke mana aku tak tahu.
 
Padamu Jua.
Karya: Amir Hamzah.

            Habis kikis
            Segala cintaku hilang terbang
            Pulang kembali aku pada-Mu
            Seperti dahulu

            Engkaulah kandil kemerlap
            Pelita jendela di malam gelap
            Melambai pulang perlahan
            Sabar, setia selalu

            Satu kekasihku
            Aku manusia
            Rindu rasa
            Rindu rupa

            Di mana Engkau
            Rupa tiada
            Suara sayup
            Hanya kata merangkai hati.

            Engkau cemburu
            Engkau ganas
            Mangsa aku dalam cakarmu
            Bertukar tangkap dengan lepas.

            Nanar aku, gila sasar
            Sayang berulang padamu jua
            Engkau pelik manarik ingin
            Serupa dara di balik tirai

            Kasihmu sunyi
            Menunggu seorang diri
            Lalu waktu-bukan giliranku
            Mati hari-bukan kawanku....
 
 
Menunggu Bulan Datang.
Sajak Slamet Rahardjo Rais.

          seberapa lama orang-orang menunggu
            suatu kedatangan, sedemikian dahaga
            kepada sebuah jamuan panen raya, rahasia
            lalu atas kesaksian peristiwa
            diturunkan hujan senyap beserta ribuan sayap
            seluruh mata angin memberinya kekuatan
            memasuki taman-taman di atasnya lukisan
            sajadah yang meluas orang pun mabuk percintaan
            diluaskan sajadah atas rebah ribuan taubatan
            tak batas gemerlap, menjadi akar terus melebar
            dan tak seruang-ruang terbuka
            nyala terkumpulkan menjadi milik terang
            terjadilah, wajah dan cahaya
            lalu satu membasah air sembahyang
            suara yang tertangkap setelah menyusupkan
            terbang di antara bintang-bintang
            dan bahkan tanda-tanda semesta

 

Sahabatku.

Sahabatku……….!
Di dalam keremangan hidup ini,
aku berjalan mencari arti kehidupan
teringat aku padamu,
Sahabatku……….!
Engkau yang selalu membantu
di dalam mencari arti kehidupan yang sebenarnya
tapi kini
dirimu tla jauh………dan terlalu jauh untuk ku jangkau
Sahabatku……….!
kepergianmu dengan tiba-tiba
sangat ku sesali
mengapakah aku tak tahu ??

setelah aku tahu semuanya
engkau sudah tiada padaku lagi



Puisi untuk Ayah dan Ibu.

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......
Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan kerana aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka kerana perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul bersama dengan santunan-Mu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu.
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.
Amin Ya Rabbul Alamin..
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar