Puisi adalah karya sastra yang terdiri atas larik-larik.Larik-larik dalam puisi yang mempunyai pertalian makna akan membentuk sebuah bait.Puisi dapat terdiri atas satu atau beberapa bait.Hal yang membedakan puisi dengan prosa adalah kepekatan bahasanya,iramanya,cakrawala makna kata-katanya,dan tentu saja rancang bangunnya.
Kita dapat menulis puisi tentang apa saja karena dunia perpuisian amat luas cakupannya.Melalui puisi,orang dapat menulis tentang cinta,cita-cita,kegemaran,kebanggaan,kekecewaan,dukungan,atau pemberontakan.Semua segi kehidupan dapat dituangkan dalam satu atau dua bait puisi.
CONTOH PUISI:
Sajak
Hartojo Andangdjaja
Sajak ialah kenangan yang tercinta
mencari jejakmu,di dunia
lewat bukit dan lembah
dan kadang tertegun tiba-tiba,membaca
jejak kakimu di sana
Sementara mukanya masih menunggu
yojana biru
kaki langit yang jauh
jarak-jarak yang harus ditempuh
Ia makin rindu
dalam doa,dan bersimpuh
Tuhanku…
Sajak ialah kenangan yang tercinta
mencari jejakmu,di dunia
Dari Majalah Sastra VI (2),1968
Mengaji
Mengapa tidak basa Jawa
atau Sunda
supaya nenek bisa membaca?
Tapi,
bukankah tiap baris puisi
kalau terlalu jelas mengerti
rasanya basi,kurang patri?
Keindahan kata orang
menyelinap
merayap
lalu mengendap
Serta bayang-bayang ajaib,mengintip
naik ke bukit
di mana Nabi
bagai bertubi-tubi
ketiban wahyu Ilahi.
Dalam kitab suci semua orang disayangi.
Pelacur,penjahat,dan para penjudi
termasuk tentara dan polisi
sifat yang keji
itulah mesti dijauhi
tenung dan sihir
bukan penyair.
1972
Dodong Djiwapradja
Dari Laut Biru,Langit Biru
Editor:Ajip Rosidi
Refleksi Seorang Pejuang Tua
Tentara rakyat telah melucuti kebatilan
setelah mereka menyimakkan deru sejarah
Dalam regu perkasa mulailah melangkah
Karena perjuangan hari-hari ini
Adalah perjuangan dari kalbu yang murni
Belum pernah kesatuan begini eratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
Mahasiswa telah meninggalkan ruangan
kuliahnya
Pelajar muda berlarian ke jalan-jalan raya
Prajurit keadilan bangkitlah menegak
kebenaran
Mereka kembali menyeru-nyeru
Nama kau,Kemerdekaan
Seperti dua puluh tahun yang lalu
Spiral sejarah telah mengantarkan kita
Pada titik ini
Tak ada seorangpun tiran
Sanggup di tengah jalan mengangkat tangan
Dan berseru:Berhenti!
Tidak ada.Dan kalaupun ada
Tidak bisa
Karena perjuangan pada hari-hari ini
Adalah perjuangan hati nurani
Belum pernah kesatuan terasa begini eratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
Karya:Taufiq Ismail
TEKS BACAAN.
Sutan Takdir Alisjahbana,
bak Bunga yang
Menebar Biji
Tentram dalam damai?
Tidak,tidak Tuhanku!
Tentram dan damai waktu tidur di malam sepi
Tentram dan damai berbaju putih di dalam
kubur
Tetapi hidup adalah perdjuangan
Perdjuangan semata lautan segara
Perdjuangan semata ‘alam semesta
Hanya dalam berdjuang beta merasa tentram
dan damai
Hanya dalam berdjuang berkobar Engkau
Tuhanku di dalam dada
Sutan Takdir Alisjahbana,Perdjuangan
Guruku
Wahai guruku, terimalah terima kasihku
lewat bait-bait puisiku ini
Telah kupahat tegur sapamu lembut
kuabadikan dalam hidup
kuabadikan dalam puisiku
Herry, Lamongan
Desaku
desa jauh dari kota
desa kecil tenang damai
pemandangan sejuk dan indah
cermin kesuburan
angin berhembus sepoi basah
kesejukan terpancar
tetumbuhan hijau sedap dipandang
elok desaku terlihat
Dirman Remose, Probolinggo
Sepi
Tanpamu aku sepi
tanpamu aku lemah
bagai layang-layang putus talinya
bagai lalat tanpa mata
Ibu . . .
Kenapa engkau segera pergi
meninggalkan daku dalam kesendirian
tanpa pegangan dan harapan
untuk bekal di kemudian hari
Ibu, hatiku terasa nyeri
Dadaku terasa tanpa bakti
Achmad Sapari, Probolinggo
Tuhan
Sejak Subuh tadi pagi
Aku belum makan hingga kini
Tuhan, adakah orang yang datang
tuk memberi setetes air dan sebutir nasi
agar aku bangkit kembali
Achmad Sapari, Probolinggo
Lori-lori Tebu
dari rimbunan tebu menghijau
tubuh sarat beban
napasmu mendengus
terengah-engah
menyusuri jalan besi
tubuhmu lelah
masinismu juga payah
cuma sepiring nasi secangkir kopi
yang mengisi perutnya sejak tadi pagi
Yani Mulandari, Madiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar